UU No 2 Tahun 2020 Dinilai Tidak Berpihak Pada Desa Dan Bisa Disebut Anti Desa

UU No 2 Tahun 2020
UU No 2 Tahun 2020

READ.ID– Undang-Undang (UU) No:2/2020 tidak berpihak kepada Desa dan bisa juga disebut sebagai UU Anti Desa. Soalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan untuk desa atau lebih dikenal dengan sebutan Dana Desa, tetapi tidak mentaati asas subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa.

Anggaran itu, kata politisi senior Akhmad Muqowam, sudah dialokasikan Pemerintah Pusat untuk Penanganan Penanggulangan wabah virus Corona (Covid-19), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program Padat Karya, walau itu ditempatkan di Desa.

Padahal, kata Muqowan dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA) kepada Read.id, Kamis (2/7) malam, semestinya anggaran itu digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan, sebagaimana amanat Pasal 72 UU tentang Desa.

Terjadinya pelanggaran asas subsidiaritas itu oleh Pemerintah Pusat, jelas Ketua Komisi V DPR RI 2004-2009 ini, menyebabkan Desa tak lagi memiliki kewenangan mengurus yang berskala desa dalam hal Dana Desa tersebut. “Ini sendi yang sangat membahayakan bagi peran masyarakat, demokrasi, kemerdekaan (kemandirian) desa dalam mensejahterakan masyarakat, dan tentu juga membahayakan masa depan desa dan masyarakatnya,” ungkap Ketua Pansus UU Desa.

Pasal 28 angka 8 UU No: 2/2020 berbunyi: Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) ini mulai berlaku maka Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya UU No: 6/20l4 tentang Desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini.

Dari nukilan (kutipan) itu, lanjut Anggota DPD RI 2014-2019 ini, bisa ditarik satu kesimpulan, sejak berlakunya UU No: 2/2020, Pasal 72 Ayat (2) UU Desa sudah dinyatakan tidak berlaku atau sudah tidak ada lagi Pasal – Ayat tersebut.

Saya, kata Muqowam, setuju terhadap penanganan penyebaran Covid-19 dan kalimat seterusnya dalam akhir Pasal 28 UU 2 Tahun 2020, tetapi tidak dengan menyatakan tidak berlaku Pasal 72 Ayat (2), sebab dari aspek legislatif, hubungan antara ‘dinyatakan tidak berlaku ‘dengan kata ‘sepanjang dan seterusnya’ tersebut tidak dalam substansi hukum yang seimbang.

“Artinya, subtansi dalam kata ‘sepanjang dan seterusnya’, sebenarnya dapat diatur melalui peraturan perundangan dibawah UU, dengan tanpa merubah Ayat (2) dari Pasal 72 UU Desa, beserta penjelasannya UU Desa,” ungkap Muqowam yang juga sempat dipercaya menjadi Wakil Ketua DPD RI tersebut.

Polistisi kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 1 Desember 1960 tersebut juga beranggapan, kemarahan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Kabinet 18 Juni lalu boleh jadi karena Menteri terkait yang menangani Dana Desa sengaja tidak menjelaskan kepada Presiden, sehingga Perpu 1 Tahun 2020 yang kemudian disetujui DPR RI dan selanjutnya diundangkan Pemerintah melalui UU No 2/2020, proses dan substansinya tidak disampaikan kepada Presiden.

“Mungkin saja sengaja untuk menjadikannya sebagai jebakan batman…, yang menghadapkan Presiden dengan rakyatnya yang sebagian besar bermukim di desa.., wallahu a’lam…,” tutup Akhmad Muqowam yang juga mantan Ketua Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA PMII) tersebut.

Baca berita kami lainnya di

Exit mobile version