READ-ID– Pemekaran bukan soal hal baru bagi Papua. Namun wacana Papua dimekarkan menjadi ramai di perbincangkan setelah pertemuan 61 tokoh Papua dengan Presiden Joko Widodo September lalu di mana salah satu permintaan yang disampaikan tokoh Papua adalah soal pemekaran Provinsi Papua yaitu Papua Selatan dan Papua Tengah.
Pro dan kontra pemekaran Papua menurut saya perlu dilihat dalam konteks Papua sebagai daerah konflik. Dan, itu akan berbeda dengan melihat daerah lain yang normal. Dan, ini akan sangat berdekatan dengan UU Otonomi khusus (Otsus) yang juga akan direvisi.
“Jadi, itu harus jelas sebelum pemekaran ini nanti dilakukan. Saya juga melihat pemekaran Papua tersebut karena kepentingan Partai Politik,” kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth pada Dialetika Demokrasi bertema ‘Pemekaran Papua: Sebuah Keniscayaan atau Petaka?’ di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pertengahan pekan ini.
Perempuan bergelar Dr kelahiran Jakarta, 8 Juni 1963 tersebut mengatakan, bila itu tidak dilakukan, isu Papua ini akan menjadi pekerjaan parsial, karena tidak ada tujuan yang sama. Disain besarnya, bagaimana membuat Papua itu lebih baik dari dua soal otonomi khusus dan bagaimana mengelola Papua sebagai daerah konflik. “Saya melihat banyak aspek harus diperhatikan.”
Kompleksitas aspek otsus dan konflik menurut dia, ada persoalan politik yang sangat luar biasa di Papua, juga ada konflik internal Papua. “Jadi, pengsuluan pemekaran itu tidak murni, dalam arti mensejahterakan warga Papua. Usul itu pasti dari elite,” kata dia.
Soal pertahanan dan keamanan, kalau misalnya Pemerintah Pusat merasa perlu untuk kepentingan strategis nasional, itu bisa terjadi juga. Namun, ini tetap harus dibicarakan dengan Papua, karena tidak bisa muncul begitu saja. Jadi, harus ada sinkronisasi dalam hal ini.
Adriana melihat juga ada aspek geografi terkait juga dengan Sumber Daya Alam (SDA) di Papua karena Pulau ini kaya akan SDA. Dari ujung kepala burung itu sampai ke perbatasan Papua Nugini, penuh dengan SDA yang sebagian besar belum digali.
Kalau dimekarkan, tentu saja Papua tidak bisa menjadi daerah tertutup, harus tersambung dengan daerah lain atau provinsi lain dengan pelabuhan. Jadi banyak sekali kerumitan yang di pertimbangkan dulu untuk hal itu bisa disetujui untuk dimekarkan.
“Terkait dengan kekayaan sumber daya alam di Papua itu, jangan-jangan memang sumber persoalan itu karena Papua kaya dengan sumber daya alam. Kalau tidak karena sumber daya alam, tidak akan serumit ini mengurus Papua,” demikian Dr Adriana Elisabeth.
(Akhir Tanjung)