READ.ID,- Diskusi buku “Haqiqatul Wahy” itu tidak saja dihadiri sekitar 100 peserta dari Ahmadiyah dan masyarakat umum, tetapi juga puluhan orang yang menolak acara tersebut. Massa yang tidak setuju dengan penyelenggaraan diskusi itu ikut memadati halaman depan Masjid Mubarak, yang menjadi lokasi acara, sejak pukul 9.00 WIB. Puluhan polisi anti huru-hara berjaga di depan masjid.
Ketika acara akan dimulai, berlangsung negosiasi selama 15 menit antara seorang perwakilan Ahmadiyah yang didampingi Kapolrestabes Bandung dan Danramil, bersama tiga orang perwakilan massa. Akhirnya acara yang dijadwalkan berlangsung sampai pukul 12.00 itu dipersingkat menjadi pukul 10.30.
Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Bandung Tengah, Mansyur Ahmad, mengatakan panitia mengikuti kemauan massa untuk menghindari kekerasan.
“Saya tidak mau ada pertentangan dengan mereka. Biarlah yang marah, silakan. Tapi kami tetap berdamai dengan mereka. Kami mengalah untuk kedamaian. Sebab kami Ahmadiyah mengasihi semua tidak memusuhi siapapun,” ujarnya kepada wartawan usai acara selesai.
Kapolrestabes Bandung Irman Sugema mengatakan polisi bertugas menjaga sesuai dengan waktu yang disepakati.
“Terus apa kesepakatannya? Kesepakatannya 10.30 selesai, nah kalau begitu kita jaga supaya tidak ada apa-apa. Massa yang keluar tidak dianiaya dan tidak terjadi bentrok fisik. Kan polisi sudah melakukan itu menghargai hasil kesepakatan itu,” jelasnya.
Diskusi berlangsung di dalam masjid, sementara puluhan polisi anti
huru-hara berjaga di depan pagar. Sepanjang diskusi, massa terus
berorasi dengan mengutip SKB 3 Menteri dan Peraturan Gubernur Jabar
tahun 2011 yang melarang aktivitas dan penyebaran ajaran Ahmadiyah.
Pada waktu yang disepakati, massa mulai berteriak meminta acara
dibubarkan sehingga situasi sempat memanas. Beberapa peserta aksi juga
melontarkan kata-kata kasar dan mendapatkan teguran polisi.
Dalam waktu beberapa menit, peserta diskusi satu per satu meninggalkan
masjid dengan jalur pengamanan dari kepolisian. Namun tiba-tiba satu
peserta aksi sempat menyelinap ke dalam halaman masjid dan membuat
situasi kembali memanas. Setelah acara diskusi selesai, massa pun tertib
membubarkan diri.
Mansyur menyatakan acara berjalan aman meski harus dipersingkat. “Saya merasa dilindungi. Mereka tidak masuk. Kapolsek dan Danramil mengapresiasi (negosiasi) saya dan melindungi saya di sini,” paparnya lagi.
LBH Bandung mencatat, pada 2018 terdapat setidaknya tujuh pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB). Ahmadiyah adalah kelompok yang paling sering jadi target di Bandung.
Acara Jalsah Salanah, pertemuan tahunan kelompok Ahmadiyah bulan September 2018 juga ditolak kelompok orang. Acara tersebut juga dipersingkat dan dikawal polisi.
Dalam Indeks Kota Toleran 2017 dan 2018, Kota Bandung beranjak membaik dari posisi 83 (2017) ke 69 (2018) dari total 94 kota. Namun sejumlah kelompok sipil berpendapat pemerinrah Kota Bandung belum sepenuhnya menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan di ibukota Jawa Barat tersebut.
Komnas Perempuan mencatat terdapat 33 kebijakan diskriminatif terhadap Ahmadiyah se-Indonesia. Kebijakan ini tersebar di 10 kota, 17 kabupaten, dan enam provinsi dengan Jawa Barat memiliki angka tertinggi.****
Sumber: VOA Indonesia