READ.ID – Penasehat Hukum (PH) Pemerintah Provinsi Gorontalo, Suslianto, S.H.,M.H, meyampaikan bahwa menurut keterangan ahli, pemberhentian Risman Taha, sebagai anggota DPRD Kota Gorontalo periode 2019-2024 tidak perlu adanya usulan dari partai politik (Parpol).
Hal itu disampaikannya usai sidang lanjutan pemeriksaan saksi ahli terkait gugatan surat keputusan (SK) Gubernur Gorontalo, tentang pemberhentian Risman Taha sebagai anggota DPRD Kota Gorontalo, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Kamis (20/2).
“Pada prinsipnya, apa yang dipermasalahkan pihak penggugat itu adalah tidak adanya usulan dari partai politik dalam pemberhentian ini. Ahli sudah menjelaskan, terkait dengan pemberhentian yang menjadi objek sengketa itu tidak mutlak, tidak perlu ada usulan dari partai politik,” ujar Suslianto.
Menurut Suslianto, saksi ahli dari pihaknya telah menerangkan dengan jelas tentang prosedur pemberhentian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Ahli secara terang dan jelas menerangkan bahwa pemberhentian ini didasarkan adanya status dari seroang anggota DPRD, Bapak Risman Taha yang telah berstatus sebagai terpidana, itu jelas. Jadi, semua proses persidangan sudah selesai dan minggu depan kita tinggal mengajukan kesimpulan dan hakim akan memutuskan soal perkara ini,” katanya.
Sementara Dr. Sukotjo, pakar Hukum Tata Negara yang juga saksi ahli dari pemerintah provinsi menyampaikan bahwa usulan partai politik, itu diatur dalam Pasal 106 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun Tahun 2018.
Menurutnya, dalam pasal tersebut telah ditegaskan bahwa Gubernur bisa memberhentikan anggota DPRD jika tidak ada usulan dari walikota, pimpinan dewan, dan partai politik.
“Idealnya, partai politik itu mengusulkan. Namun, kalau partai politik tidak mengusulkan, gubernur bisa memberhentikan. Partai politik itu pun hanya punya waktu 7 hari dalam mengusulkan. Kalau dalam waktu 7 hari tidak mengusulkan, bisa ditinggal, itu tidak mutlak,” jelas Dr. Sukotjo.
Dr. Sukotjo menambahkan terkait kesesuasian prosedur pemberhentian Risman Taha dan peraturan perundang-undangan itu adalah wewenang majelis hakim. Ia sebagai ahli hanya memberikan kesaksian sesuai dengan kompetensi dan peraturan yang berlaku.
“Hanya saja, usulan partai itu tidak mutlak. Ketika terbukti adanya tindakan pidana, pemberhentian anggota DPRD itu tidak perlu usulan parpol. Namun, Gubernur bisa memberhentikan kalau tidak ada usulan. Kalau Gubernur lagi tidak memberhentikan, maka Menteri Dalam Negeri yang akan memberhentikan,” ungkap Dr. Sukotjo.
Sementara Supandi pakaya, Kuasa Hukum Penggugat menyampaikan, bahwa pemberhentian Risman Taha terdapat pelanggaran norma.
Menurutnya, pemberhentian Risman Taha itu bukan mengacu pada SK Gubernur, melainkan pada putusan Mahkamah Agung, tertanggal 1 Oktober 2018.
“Dalam Pasal 99 Peraturan Pemerintah Nomor 12 bahwa pemberhentian seseorang itu berlaku sejak ingkra. Sejak keputusan Mahkamah Agung. Itu tertanggal 1 oktober 2018. Di situ norma hukum yang dilanggar,” kata Supandi. (RL/Read).