READ.ID – Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Gorontalo mendorong keterlibatan media massa di Gorontalo dalam mencegah tindak radikalisme dan terorisme.
Ketua FKPT Provinsi Gorontalo, Prof Ani Hasan mengatakan, media massa ataupun jurnalis memiliki peran penting untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dalam menyebarkan informasi isu-isu radikalisme dan terorisme.
Ani meminta peran media perlu melakukan pemahaman kepada masyarakat, sehingga penyebaran paham radikal terorisme dapat dicegah sedini mungkin.
“Keberadaan media sangat penting dalam penyebaran informasi. Sehingganya informasi yang akan disebarkan, terlebh dahulu di saring atau dilakukan klarifikasi mengenai pemberitaan yang akan disebarkan,” tutur Ani saat menjadi narasumber dalam talk show Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (Ngopi Coi), yang diikuti puluhan jurnalis dan humas berbagai lembaga pemerintahan, maupun pihak kepolisian.
Prof Ani juga meminta para jurnalis maupun seluruh masyarakat untuk memerangi hoax atau informasi yang tidak benar.
“Masyarakat perlu dicerdaskan dalam memilih informasi dan berita yang berbobot sehingga mereka terhindar dari paham radikalis dan teroris,” paparnya.
Kegiatan yang dibuka langsung Walikota Gorontalo, Marten Taha itu juga menghadirkan sejumlah narasumber lainnya yakni, Mantan Narapidana Terorisme (Napiter) Yudi Zulfahri dan Mantan ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.
Yudi Zulfahri mengaku dirinya pernah terjerumus dalam dunia terorisme karena dipengaruhi oleh doktrin yang dianggapnya menyesatkan.
“Saya didoktrin dan merasa bahwa pemahaman itu merasa benar. Karena sering didoktrin terus, saat itu saya semakin merasa pintar hingga lama-lama timbul intoleran dengan penuh kebencian. Sehingganya yang terjadi sama saya sewaktu itu, jangan terjadi kepada orang lainnya. Hindari paham-paham radikalisme dan menghindari informasi hoax,” jelas Yudi.
Yudi juga meminta media massa agar memberitakan informasi positif kepada masyarakat, dan jangan terlalu membesar-besarkan pemberitaan tentang terorisme.
“Seperti ada narapidana terorisme yang sudah bebas. Saya harap media tidak usah membesar-besarkan beritanya, karena dikhawatirnya dia tidak akan terterima di lingkungan masyarakat,” pintanya.
Sementara itu, mantan ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo mengatakan, keberadaan media sosial seperti facebook, twitter, instagram, youtube, whatsaap banyak berisi informasi hoax.
“Sehingganya media ataupun wartawan jangan terlalu berlebihan menanggapi adanya informasi yang muncul, ini untuk menghindari terjadinya tindakan-tindakan yang bisa merugikan banyak orang. Apalagi kalau ada isu terorime, media jangan membawa stigma-stigma bahwa terorisme itu identik dengan agama,” tegasnya.
(Wahyono/RL/Read)