Hakim PN Kota Gorontalo Vonis Bebas Empat WNA Perkara Batu Hitam

Vonis Bebas empat WNA China
banner 468x60

READ.ID – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Gorontalo menjatuhkan vonis bebas terhadap Empat Warga Negara Asing (WNA) asal China terhadap perkara Pidana pertambangan Batu Hitam.

Dalam putusanya, ketua majelis hakim Rendra Yozar Dharma Putra membacakan putusan bebas kepada keempat WNA, Senin (19/12), yaitu terdakwa Huang Dingsheng dan Chen Jinping dengan nomor perkara 177/Pid.Sus/2022/PN Gto, serta Gan Hansong dan Gan Caifeng dengan perkara pidana nomor 178/Pid.Sus/2022/PN Gto.


banner 468x60

“Pertimbangan aspek filosofis majelis hakim menilai, perkara keadilan bukan hanya bagi masyarakat setempat yang dilindungi oleh undang-undang namun juga bagi terdakwa sebagai investor,” ucap Rendra Yozar Dharma Putra.

Sementara aspek sosiologis, majelis hakim menilai, pembelian harga batu hitam oleh terdakwa dengan nilai yang lebih tinggi dari investor lain, sehingga nilai ekonomis oleh para terdakwa menciptakan lapangan kerja yang lebih baik kepada masyarakat atau kelompok penambang.

Dalam ketentuan Undang-undang no 3 tahun 2020, No 4 tahun 2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batu Bara, sebagaimana dakwaan Pasal 158 dan Pasal 161, bahwa Para Penambang atau Kelompok penambang yang merupakan masyarakat setempat di kawasan Batu Gergaji sudah melakukan aktivitas pertambangan sejak tahun 1991, telah melakukan penambangan maka perbuatan tersebut adalah secara hukum telah memenuhi ketentuan pidana dalam pasal A quo, namun secara hukum pula dalam undang-undang memberikan pengecualian terhadap masyarakat setempat yang telah melakukan kegiatan pertambagan dan belum memiliki WPR, di Prioritaskan untuk ditetapkan WPR sebagaimana diatur dalam pasal 24 uu Nomor 4 tahun 2009.

Dalam Pasal 24 tersebut adalah penghargaan terhadap masyarakat setempat, yang diberikan negara kepada warga negaranya, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat lokal daerah dan negara serta menciptakan lapangan kerja.

Menurut Majelis Hakim harus dimaknai kegiatan pertambangan tersebut telah dilakukan sejak lama, atau sekurang-kurangnya 15 tahun. Oleh karena masyarakat setempat telah melakukan pertambangan tanpa terlebih dahulu ditetapak WPR, adalah sah menurut hukum, termasuk untuk melakukan pengangkutan dan penjualan hasil tambang kepada setiap orang atau badan hukum yang melakukan pembelian hasil tambang.

“Bahwa dalam UU no 9 tahun 2009 pasal 3 huruf (e) dan huruf (f) dalam rangka mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional adalah meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat dan menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara,” ucap Majelis Hakim.

Bahwa selanjutnya majelis hakim mempertimbangkan meskipun wilayah atau kegiatan tambang rakyat sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR, maka diprioritaskan sebagai WPR, Majelis hakim memaknai bahwa jaminan kepastian hukum tersebut sebagai suatu kearifan lokal yang diberikan negara kepada masyarakat.

Maka apabila hasil tambang dari wilayah yang sudah dikerjakan sejak tahun 1991 tetapi belum ditetapkan sebagai WPR adalah tidak ditetapkan sebagai perbuatan yang dilarang namun diprioritaskan sebagai wilayah pertambangan rakyat.

“Maka hasil tambangnya pun bukanlah hasil tambang yang dilarang untuk dijual belikan, selama membayar pendapatan negara dan retribusi daerah, sehingga secara mutatis mutandis perbuatan terdakwa bukanlah perbuatan yang terlarang melakukan pembelian,”

Sebelumnya, jaksa Penuntut Umum (JPU) mengganjar perbuatan keempat WNA China dengan tuntutan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan serta denda Rp1 miliar.

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90