Hukum Makan dan Minum Karena Lupa saat Puasa

Hukum Puasa

READ.ID – Sebagaimana penjelasan di dalam kitab-kitab fikih, puasa didefenisikan sebagai menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, atau defenisi yang serupa dengan ini. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Makan dan minumlah kamu hingga nampak benang putih dari benang hitam, yaitu fajar kemudian sempurnakan lah puasamu hingga malam tiba [Q.S. al-Baqarah (2): 187].”

Berkaitan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menuturkan, Allah swt membolehkan makan dan minum sebagaimana Allah membolehkan bagi suami istri untuk melakukan hubungan badan pada malam hari ketika puasa.

(Batasan) waktunya adalah sampai jelas cahaya subuh dari gelapnya malam. Allah mengungkapkan hal tersebut dengan kata benang putih dari benang hitam. (Kalimat ini masih membingungkan) hingga Allah mengangkatnya dengan kalimat dari waktu fajar.

Hal ini sebagaimana riwayat dan imam al-Bukhari (no. 4511 –pent), dari Sahl bin Sa’d, ia berkata: “Turun ayat Makan dan minumlah kamu hingga nampak benang putih dari benang hitam, kemudian sempurnakan lah puasamu hingga malam tiba, dan kalimat dari waktu fajar belum Allah turunkan. Sehingga apabila orang-orang ingin berpuasa, mereka mengikatkan benang putih dan benang hitam pada kedua kaki mereka.

Mereka tetap makan sampai terlihat jelas (warna) kedua benang itu. Kemudian Allah swt menurunkan kalimat dari waktu fajar sehingga orang-orang mengetahui bahwa maksud ayat tersebut adalah malam dan siang (Tafsir Ibnu Katsir, I: 512-513).

Berkaitan dengan makan dan atau minum, terkadang sebagian kita lupa bahwa ia sedang berpuasa, baik wajib maupun puasan sunnah. Kejadian ini tentunya menimbulkan tanya terkait dengan status puasa yang dijalani; apakah harus qadla -bahkan kafarat- atau tetap melanjutkan. Berikut paparan singkat untuk menjawab pertanyaan diatas.

Jika seseorang makan dan minum dengan sengaja di siang hari, maka puasanya jelas tidak sah. Namun jika dalam keadaan lupa, maka itu dimaafkan atau diberi uzur.

Ibnu Hajar Al Asqolani menyebutkan dalam Bulughul Marom no. 669 dan 670 hadits berikut ini,

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ, فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَلِلْحَاكِمِ: – مَنْ أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ نَاسِيًا فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلَا كَفَّارَةَ – وَهُوَ صَحِيحٌ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang lupa sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena kala itu Allah yang memberi ia makan dan minum.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1933 dan Muslim no. 1155).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَفْطَرَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ نَاسِيًا لَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلَا كَفَّارَةَ

“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Barang siapa yang makan dan atau minum pada (siang hari) Ramadhan karena lupa, maka tidak ada qadla dan kafarat baginya’ [H.R. Ibnu Khuzaimah (no. 1990). Syaikh al-Albani berkomentar hadits ini hasan (lihat Irwa’ al-Ghalil, VI: 87, no. 938)].”

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَكَلْتُ وَشَرِبْتُ نَاسِيًا وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ اللَّهُ أَطْعَمَكَ وَسَقَاكَ

“Dari Abu Hurairah, ia berkata; Seorang laki-laki datang kepada Rasulallah saw kemudian bertanya, ‘ Wahai Rasulallah! Aku makan dan minum ketika puasa karena lupa.’ Rasulullah sw menjawab: ‘Allah yang memberimu makan dan minum’ [H.R. Abu Dawud (no. 2398).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

“Dari Ibnu ‘Abbas, dari nabi saw beliau bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mengampuni dosa umatku karena kekeliruan (tidak sengaja), lupa, dan apa saja yang dipaksakan kepada mereka (H.R. Ibnu Majah no. 2045. Dinilai sahih oleh Syaikh Syu’aib al-Arna’ut).”

Beberapa hadits diatas secara jelas menerangkan tentang sahnya puasa orang yang makan dan minum karena lupa, baik puasa wajib maupun puasa sunnah. Keterangan ini diperkuat oleh riwayat dari Ibnu ‘Abbas tentang tidak adanya dosa bagi orang melakukan suatu hal terlarang karena lalai (tidak sengaja), lupa, atau terpaksa. Ini adalah pendapat yang rajih di kalangan para ulama.

Keterangan dari hadits di atas juga sejalan dengan firman Allah:

وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu salah padanya, tetapi (yang dihitung dosa) adalah apa yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [Q.S. al-Ahzab (33): 5].”

Dan juga doa yang tercantum di dalam surat al-Baqarah:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Wahai Rabb kami, jangan engkau hukum kami jika kami lupa atau berbuat salah/lalai [Q.S. al-Baqarah (2): 286].”

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1- Hadits tersebut menunjukkan bahwa siapa yang makan atau minum sedang dalam keadaan lupa, puasanya sah dan tidak mendapat dosa karena ia tidak bermaksud untuk melakukannya.

2- Makan dan minum dalam keadaan lupa adalah rezeki yang Allah beri. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyandarkannya pada Allah bahwa Dia yang memberi makan dan minum.

3- Orang yang makan dan minum dalam keadaan lupa saat puasa, tidak ada qodho’ atas puasanya dan ia boleh menyempurnakan puasanya.

4- Para ulama mengqiyaskan (menganalogikan) untuk pembatal puasa yang lain seperti jima’ (bersetubuh) jika dilakukan dalam keadaan lupa, maka puasanya tidak batal. Hal ini didukung dengan riwayat kedua yang disebutkan di atas.

5- Semisal dengan yang dibahas yaitu jika seseorang mandi, berkumur-kumur atau memasukkan air dalam hidung lalu kemasukkan air dalam tubuhnya dengan tidak sengaja, puasanya tidaklah batal.

6- Jika ada yang melihat seseorang makan atau minum di siang hari bulan Ramadhan dalam keadaan lupa padahal sedang puasa, wajib baginya untuk mengingatkannya. Karena mengingatkan tersebut termasuk amar ma’ruf nahi mungkar. Dan jelas, makan dan minum saat siang hari termasuk kemungkaran. Sedangkan yang lupa adalah orang yang mendapat uzur dan seharusnya yang lain mengingatkannya.

7- Puasa itu bisa batal jika memenuhi tiga syarat: (1) dilakukan dalam keadaan ingat, bukan lupa, (2) dilakukan dalam keadaan tahu, bukan jahil, (3) dilakukan dalam keadaan bukan dipaksa.

Wallahu waliyyut taufiq. Semoga Allah terus menguatkan kita dalam menjalani ibadah puasa.*

Baca berita kami lainnya di

Exit mobile version