READ.ID – Salah seorang calon anggota legislarif Umar Karim mengatakan kajian penerapan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang salah, sangat merugikan Partai Politk (Parpol) sebagai peserta Pemilu 2019.
“Demi hukum, maka sebaiknya Bawaslu segera melakukan langkah-langkah penegakkan hukum demi terwujudnya Pemilu yang adil,” kata Umar Karim.
Menurutnya Pemilu kali ini memang banyak yang semerawut, yang diakibatkan tidak profesionalnya penyelenggara, misalnya dalam menentukan hak pemilih dalam menggunakan hak pilih menggunakan cara yang berbeda atau standar ganda.
Ia mencontohkany, di salah satu TPS di Kecamatan Tibawa saja terdapat beberapa pemilih yang memberikan suara untuk semua jenjang pemilihan, yakni untuk Pilpres, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten, padahal pemilih bersangkutan terdaftar dalam DPT luar daerah.
Sebaliknya tidak sedikit juga PPS dan KPPS telah menolak memberikan seluruh surat suara kepada Pemilih, yang terdaftar dalam DPT di luar daerah, meskipun pemilih tersebut menunjukkan KTP-el.
“Pemilih hanya diberikan surat suara sesuai hak memilih berdasarkan daerah/wilayah yang bersangkutan terdaftar dalam DPT,” ujarnya.
Ia menambahkan, berdasarkan keterangan beberapa PPS yang ia temui, bahwa jika terdapat pemilih yang menggunakan hak suaranya dalam TPS, akan tetapi yang bersangkutan tidak terdaftar dalam DPT dan hanya menunjukkan KTP-el, maka petugas PPS/KPPS harus memeriksa nama pemilih dimaksud dalam aplikasi DPT.
Dalam hal sesuai hasil pemeriksaan dalam aplikasi DPT Pemilih bersangkutan, terdaftar dalam DPT di luar daerah, maka Pemilih tersebut tidak diberikan seluruh surat suara.
“Tentu dari dua persoalan yang saling bertentangan ini salah satunya pasti bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pemilu,” jelasnya.
Jika kejadian memberikan kesempatan kepada Pemilih untuk memberikan suara untuk seluruh surat suara yakni Pilpres, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, meskipun Pemilih tersebut terdaftar dalam DPT luar daerah, dianggap sebagai pelanggaran, maka kepada mereka yang melakukan kebijakan itu diberi tindakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Ia menjelaskan bahwa, ketentuan pelaksanaan PSU yaitu Pemilih yang tidak memiliki KTP-el, dan tidak terdaftar didalam DPT dan DPTb, sementara didalam beberapa kasus PSU di Gorontalo, pemilih ini memiliki KTP-el.
“Sangat jelas menurut undang-undang bahwa PSU terjadi terhadap Pemilih yang tidak memiliki KTP-el, dan tidak terdaftar didalam DPT dan DPTb, disitu ada kata “Dan” artinya kumulatif, tidak memiliki KTP-el dan tidak terdaftar, sementara PSU terjadi karena pemilih memiliki KTP-el luar daerah,” urainya.
Pastinya, dari beberapa kejadian tersebut sangat merugikan peserta pemilu tertentu, karena bisa jadi dapat menambah atau bahkan dapat berpeluang mengurangi perolehan suara.