READ.ID – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan dua langkah untuk mendukung Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yakni membuat aplikasi untuk pelaporan TPKS dan melakukan komunikasi publik untuk pencegahannya.
“Jadi UU TPKS ini sedang dibuatkan PP-nya, Peraturan Pemerintah dan Kominfo mengajukan dua pasal terkait dengan PP ini,” ungkap Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kominfo, Usman Kansong saat acara Diskusi Memahami Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) yang digelar RRI, di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Usman mengatakan pada langkah pertama, pembuatan aplikasi untuk pelaporan diperlukan agar korban kasus kekerasan seksual bisa langsung melaporkan sendiri kejadian yang dialaminya.
Dengan aplikasi ini korban tidak harus pergi ke kantor polisi atau instansi terkait agar kasusnya bisa langsung ditangani pihak berwajib.
“Misalnya kalau ada kasus kekerasan seksual, kalau seorang perempuan mendapatkan kekerasan seksual. Jadi kita siapkan aplikasinya,” tutur Usman Kansong.
Sedangkan pada langkah kedua, adanya regulasi khusus diharapkan akan memperkuat peran Kementerian Kominfo dalam melakukan upaya-upaya pencegahan TPKS melalui kampanye dan literasi.
“Komunikasi publik yang dilakukan dalam konteks pencegahan atau literasi (terkait TPKS). Dalam tataran regulasi itu yang dilakukan oleh Kominfo,” imbuhnya.
Selain pada regulasi, Kementerian Kominfo juga telah melakukan dua aksi nyata pencegahan TPKS sejak Mei 2023 lalu dari beberapa rencana aksi yang sudah disiapkan.
Aksi tersebut adalah kampanye menciptakan lingkungan yang aman dari kekerasan seksual dengan sasaran lembaga pendidikan, termasuk pesantren yang belakangan marak menjadi lokasi munculnya kasus tersebut.
“Ada beberapa hal yang kita lakukan penguatan komitmen penguatan komitmen kita dulu, ASN, Polri, TNI dalam mencegah dan melaporkan tindak pidana kekerasan seksual,” jelas Dirjen IKP Kominfo.
Selain itu Kementerian Kominfo juga menguatkan komitmen media massa, baik cetak dan elektronik, termasuk media online, untuk mencegah dan melaporkan TPKS dengan menerapkan kode etik jurnalistik.
Upaya ini lebih kearah perlindungan korban karena banyak media massa yang melampaui atau melanggar kode etik jurnalistik dalam memberitakan kasus kekerasan seksual.
“Banyak pelaporan kekerasan seksual itu melampaui atau melanggar kode etik jurnalistik, misalnya menyebutkan identitas korban,” ungkap Usman Kansong.
“Kemudian juga kita memperkuat upaya pencegahan misalnya dalam konteks pengasuhan anak, kita libatkan pemerintah daerah dalam hal ini. Artinya rencana dan aksi mendukung (UU TPKS) sudah kita lakukan,” tandas Dirrjen IKP Kominfo.