Suasana orasi dari massa pro dan kontra Pertambangan pasir di depan Mapolres Blitar.
READ.ID – Pro kontra pertambangan pasir yang berada di Kabupaten Blitar mulai kembali menghangat setelah kedua kubu yang berseberangan nyaris ricuh ketika bertemu di Mapolres Blitar.
Awalnya hanya sekitar 50 mahasiswa yang tergabung dalam wadah organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Blitar mengadakan unjuk rasa damai bertempat di depan Mapolres Blitar pada Rabu (26/8).
Para demonstran yang datang sekitar pukul 09.30 tersebut langsung berorasi secara bergiliran untuk menyalurkan aspirasi terkait keberadaan pertambangan ilegal di Kabupaten Blitar.
Koordinator aksi mahasiswa PMII, Fatturohman meminta agar tambang ilegal di Kabupaten Blitar untuk ditinjau kembali mengingat banyaknya dampak yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan liar yang telah berlangsung bertahun-tahun di Kabupaten Blitar, terutama dampak kerusakan lingkungan dan sosial yang terjadi selama ini.
Hal ini mengacu kepada Undang Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai acuan prosedural. Sehingganya massa aksi meminta kepada Kapolres Blitar selaku penegak hukum agar mengambil langkah tegas dalam menanggapi banyaknya kerusakan yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan liar tersebut.
“Terutama kegiatan penambangan yang terjadi di seputar aliran sungai besar seperti Brantas dan aliran lahar Gunung Kelud. Selain mengancam kelestarian lingkungan juga memberikan dampak negatif bagi kerusakan jalan yang selama ini terjadi. Jika Kapolres tidak segera memperhatikan terkait hal ini, kami akan terus menyuarakan kepentingan rakyat yang menjadi korban tambang ilegal ini,” tegas Fatturohman ketika diwawancarai awak media.
Di tengah aksi mahasiswa yang tengah menyuarakan orasi untuk menutup tambang liar tersebut, tiba-tiba hadir sekitar 100 massa pendukung kegiatan pertambangan pasir yang berasal dari Desa Karangrejo Kecamatan Garum.
Kedatangan massa yang sebagian besar berasal dari kalangan buruh penambang pasir di aliran sungai Kali Putih tersebut langsung diantisipasi dengan sigap oleh aparat yang bertugas untuk menghadang kedua elemen massa agar tidak terjadi kericuhan.
Massa dari kalangan buruh penambang pasir yang datang dengan armada truk pengangkut pasir tersebut menyuarakan aspirasi mereka secara spontan dengan membawa spanduk yang berisi nada ketidaksetujuan mereka jika tambang pasir Kali Putih ditutup.
Menurut mereka, penambangan pasir di Kali Putih itu sudah dimulai sejak tahun 1968 sehingga sudah berlangsung dari generasi ke generasi, dan menjadi mata pencaharian utama bagi mereka dari menggali pasir.
“Kami telah mengurus ijin sebelumnya dan tinggal menunggu peresmian, sehingga kami keberatan kalau disebut ilegal karena ini menyangkut hajat hidup ribuan orang yang setiap harinya menggantungkan hidup dari menambang pasir ini. Jika dalam waktu dekat aspirasi kami tidak juga diperhatikan oleh Bupati atau Kapolres, maka bisa jadi besok atau lusa kami akan kembali dengan massa yang lebih besar agar pihak terkait dapat segera mengabulkan tuntutan kami.” tegas Asmono selaku koordinator para penambang pasir dari Kali Putih tersebut.
(The/RL/Read)