READ.ID,- Di balik birunya laut Botubarani, terdapat sebuah komitmen yang tak sekadar tenggelam dalam arus. Minggu (15/6/2025), tim dari Satuan Unit Organisasi Pengelola (SUOP) Kawasan Konservasi Perairan Teluk Gorontalo kembali turun langsung ke lapangan atau lebih tepatnya, ke bawah laut.
Bersama Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar Wilayah Kerja Gorontalo, mereka melakukan monitoring biofisik dengan menyusuri zona-zona penting, dari wilayah interaksi Hiu Paus hingga Zona Inti konservasi, menempuh jarak sekitar 500 meter. Aktivitas ini bukan jalan-jalan menyelam biasa ini kerja ilmiah yang menyelami lebih dalam tentang kondisi ekosistem laut Gorontalo.
“Saat kami menyelam, ombak cukup menantang, visibilitas hanya 5 sampai 6 meter,” cerita Kusbianindradi, penyelam bersertifikat PADI Rescue Diver yang juga aktif mendokumentasikan bawah laut. “Tapi terumbu karang tetap menyapa dengan karang keras Porites dan Acropora, serta formasi unik seperti struktur ‘pinnacle’ yang menjulang.”
Kusbianindradi bukan satu-satunya yang menyelam dengan misi. Di balik sirip dan karang, tersimpan agenda besar: menjaga keberlanjutan laut Gorontalo. Monitoring ini mengukur tiga hal utama kondisi habitat (terutama terumbu karang), sumber daya ikan (jenis, ukuran, populasi), serta biodiversitas non-ikan seperti invertebrata dan mamalia laut.
Plt. Kepala Bidang PRL & PSDKP DKP Gorontalo, Hartaty Isima, menegaskan pentingnya kegiatan ini sebagai instrumen pengambilan kebijakan berbasis data. “Kami memantau perubahan ekosistem dan mengevaluasi dampak aktivitas manusia. Ini krusial untuk keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi,” jelasnya.
Hasil dari penyelaman ini akan diracik menjadi bahan dasar untuk kebijakan yang bukan hanya menjaga ekologi, tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi. Sebab, kawasan ini bukan hanya tempat tinggal biota laut, tapi juga titik tumpu wisata berbasis minat khusus: Hiu Paus Botubarani.
Bukan rahasia, wisatawan lokal dan mancanegara datang ke Botubarani untuk menyapa Hiu Paus. Namun, di balik euforia wisata, ada ancaman: kerusakan habitat, aktivitas nelayan, hingga pembangunan pesisir. Di sinilah pentingnya monitoring untuk memastikan laut tetap lestari, dan ekonomi warga tetap berdenyut.
Monitoring ini juga menjadi pesan diam tapi kuat dari DKP Provinsi Gorontalo: bahwa laut tak hanya tempat mencari ikan, tapi juga ruang hidup yang harus dijaga bersama.
“Pelestarian lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua. Jika laut kita sehat, masa depan pun ikut cerah,” pungkas Hartaty.
Dari kedalaman laut Botubarani, suara konservasi itu terus bergema—bahwa menyelam bukan hanya untuk melihat, tapi juga untuk menjaga.******