Narasi Humanis Perlu Dihadirkan di Papua

Papua Humanis
Papua Humanis

READ.ID – Lutfia Inggriani, M.Han. selaku alumni Universitas Pertahanan, mengatakan bahwa untuk membangun Papua jangan selalu dengan narasi konflik, akan tetapi sangat penting menghadirkan sisi humanis di wilayah ujung timur Indonesia itu.

Hal tersebut ia sampaikan saat webinar dengan tema: “pembangunan trans Papua sebagai wujud komitmen pemerintah Indonesia dalam rangka menyejahterakan rakyat Papua” yang digelar Lakpesdam PCNU Kota Gorontalo, Rabu (17/6/2020).

Menurutnya, banyak sekali yang harus perhatikan di Papua tidak sekadar membangun aspek sosial-ekonomi, namun juga harus memperhatikan aspek pertahanan. Aspek pertahanan sendiri memiliki perpotongan dgn aspek sosial dan ekonomi.

Menurut kajian ekonomi pertahanan, rasa aman adalah barang publik. Sifatnya sama seperti air, udara, dan sinar matahari. Barang publik berhak dinikmati oleh setiap orang, dan rasa aman harusnya dapat dinikmati sama rata di wilayah papua.

Dari hasil risetnya, Lutfia menjelaskan, ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan barang publik tersebut. Pertama, peace building. Pembangunan keamanan tidak bisa dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri, perlu kerjasama terintegrasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, aparat kemanan & pertahanan, masyarakat, serta kalangan bisni.

“Selanjutnya menciptakan eksternalitas positif. Saat ini papua sudah terbuka dan sedikit demi sedikit mulai terkoneksi, sehingga secara ekonomi ini akan memberikan ekstenlitas positif bagi perkembangan perekonomian skala lokal” tuturnya.

Lalu yang terakhir, menciptakan interkoneksi. Dengan cara pembangunan infrastruktur yang bersifat berkelanjutan (sustainable), maka akan menunjang jalur rantai pasok. Hal ini akan berdampak pada keterbukaan pasar, keragaman konsumsi, dan keberagaman jenis produk barang dan jasa yg ada di papua.

Selain itu, ia melanjutkan, ada berbagai isu yang berkaitan dengan ekonomi pertahanan, dan salah satu yang bisa melahirkan perpecahan yakni isu globalisasi dan neoliberalisme sebagai dampaknya. Menurutnya, hal ini kerap kali dapat memunculkan narasi dan propaganda perpecahan.

(Aprie/RL/Read)

Baca berita kami lainnya di

Exit mobile version