READ.ID – Korlantas Polri menyarankan kepada pemerintah daerah agar menghapus kebijakan Bea Balik Nama (BBN) II, pajak progresif, dan pemutihan kendaraan. Hal tersebut dilakukan agar dapat menciptakan kesamaan data jumlah kendaraan di antara lembaga yakni Polri, Dinas Pendapatan Daerah, dan Jasa Raharja.
Dirregident Korlantas Polri, Brigjen. Pol. Drs. Yusri Yunus mengungkapkan, selama ini terdapat perbedaan data jumlah kendaraan bermotor yang dihimpun oleh kepolisian, Kementerian Dalam Negeri, dan Jasa Raharja.
“Didata saya sampai saat ini 153 juta kendaraan bermotor yang ada di Indonesia, data kendaraan di Kemendagri 122 juta, dan data yang ada di jasa Raharja 113 juta,” jelas Dirregident Korlantas Polri saat di pelaksanaan kegiatan Rapat Koordinasi Tim Pembina Samsat Tingkat Nasional di Kota Bandung, dilansir dari Republika, Senin (13/3/23)
Ia menjelaskan, beberapa contoh dasar pertimbangan untuk menghapus tiga sektor pajak tersebut. Di antaranya, budaya di masyarakat Indonesia yang sering membeli kendaraan bekas tapi tidak membayar BBN II. Karena biayanya terbilang mahal. Hal itu membuat data yang dihimpun menjadi tumpang tindih.
“Misalnya, pajaknya motor Rp250 ribu, bayar BBN Rp1,5 juta. Harga motor cuma Rp2 juta. Sehingga orang tidak mau bayar pajak,” jelasnya lebih lanjut.
Jenderal Bintang Satu itu menambahkan, terkait pemberlakukan pajak progresif yaitu untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat. Sayangnya, belakangan ini marak masyarakat yang memiliki kendaraan lebih dari satu. Namun, kepemilikan kendaraannya mengatasnamakan orang lain agar terhindar dari pajak.
“Saya punya mobil pertama progresif, tapi yang kedua pakai nama pembantu, nama tetangga dan keempat pakai nama saudara. Akhirnya, data tidak valid,” paparnya.
Begitu juga dengan pemutihan yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Menurutnya, pemutihan justru membuat masyarakat makin tidak membayar pajak. Untuk itu ia berharap, pemerintah daerah dapat segera menghapuskan kebijakan pemutihan.