Siapa Yang Berpeluang Memenangkan PSU Gorontalo Utara

Oleh: Dr. Funco Tanipu, ST., M.A
(Dosen Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo)

Jika tak ada aral melintang, Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gorontalo Utara akan dilaksanakan pada 19 April 2025. Sejak sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) dimulai, perdebatan di media sosial memanas. Ada yang memprediksi gugatan akan lanjut, ada pula yang meyakini sebaliknya. Akhirnya, perkara Pilkada Gorut lolos dari tahap dismissal, dan pada 24 Februari 2025, MK memutuskan pemilihan harus diulang seluruhnya, sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025. Keputusan ini lahir dari permohonan pasangan Thariq Modanggu dan Nurjana Yusuf.

Pokok persoalan dalam putusan MK adalah bahwa Ridwan Yasin, salah satu kandidat, dinyatakan tidak memenuhi syarat pencalonan. Sebagai gantinya, PDI Perjuangan mengusulkan Mohammad Siddik Nur untuk menggantikan posisi Ridwan.

KPU Gorut pada 23 Maret 2025 menetapkan tiga pasangan calon beserta nomor urutnya:

  1. Roni Imran – Ramdhan Mapaliey

  2. Thariq Modanggu – Nurjana Hasan Yusuf

  3. Mohammad Siddik Nur – Muksin Badar

Meski hasil Pilkada 2024 dianggap “nol” oleh MK, namun basis suara dari masing-masing pasangan telah terbentuk dan mengakar kuat.

Gorontalo Utara memiliki karakter geografis khas dengan panjang pantai mencapai 317,39 km, terdiri dari 11 kecamatan, 123 desa, dan 340 TPS. Kondisi ini sangat mempengaruhi perilaku pemilih, terutama karena setiap pasangan memiliki basis dukungan berdasarkan wilayah domisili.

Dari data KPU, jumlah DPT sebanyak 92.601 pemilih. Namun pada Pilkada 2024, hanya 77.477 yang menggunakan hak pilihnya. Itu artinya, sekitar 15.124 pemilih tidak datang ke TPS. Jumlah pemilih ini naik 5.493 orang dibanding Pilkada 2018, yang mencatat 71.984 pemilih.

Hasil Pilkada 2024 menunjukkan:

  • Pasangan 01 memperoleh 41.842 suara

  • Pasangan 02 memperoleh 29.283 suara

  • Pasangan 03 memperoleh 5.104 suara

Selisih antara pasangan 01 dan 02 mencapai 12.559 suara.

Sebagai perbandingan, pada Pilkada 2018:

  • Thariq Modanggu bersama Indra Yasin meraih 31.446 suara

  • Roni Imran bersama Ismail Patamani meraih 23.196 suara

  • Thomas Mopili bersama Suhela meraih 17.322 suara

Ada lonjakan suara signifikan untuk Roni Imran dari 2018 ke 2024: naik 18.646 suara. Sebaliknya, Thariq Modanggu yang saat ini menjadi petahana justru mengalami penurunan 2.163 suara. Padahal, ia kini berpasangan dengan Nurjana, istri Thomas Mopili, yang pada 2018 meraup suara cukup besar.

Mengapa Roni mampu mengatrol suaranya, sementara Thariq justru mengalami penurunan meskipun didukung oleh nama besar Thomas? Jawabannya terletak pada persepsi publik terhadap kepemimpinan.

Dalam ilmu politik, suara pemilih adalah manifestasi dari persepsi, sikap, dan harapan terhadap kandidat. Persepsi ini dibentuk oleh pengalaman, media, kebijakan publik, partai, birokrasi, hingga pengaruh lingkungan sosial (lihat: Agus, Politea, 2018). Bagi masyarakat, seorang incumbent dinilai dari keberhasilan membangun daerah, ketegasan, integritas, dan kharisma.

Publik tampaknya menilai bahwa kepemimpinan Thariq selama 2018–2023 tidak memenuhi harapan. Dalam bayangan mereka, janji perubahan dari Roni lewat tagline “Kase Bae Gorut” lebih menggoda dibanding memperpanjang masa jabatan Thariq.

Anehnya, publik belum menyaksikan bukti konkret dari kinerja Roni sebagai kepala daerah, meskipun ia pernah menjabat sebagai Wakil Bupati. Namun harapan akan perubahan masih lebih kuat ketimbang keyakinan atas kesinambungan.

Lalu bagaimana peluang masing-masing pasangan di PSU 2025?

Pasangan 01 unggul di 9 kecamatan, dengan basis utama di Atinggola, Kwandang, Gentuma Raya, dan Tomilito.
Pasangan 02 hanya menang di dua kecamatan: Tolinggula dan Biau—basis kekuatan Thariq. Di Monano, Sumalata, dan Sumalata Timur, pasangan 02 bersaing ketat dengan pasangan 01.
Pasangan 03 mendapatkan dukungan cukup di Atinggola dan Monano, terutama karena Ridwan Yasin berasal dari Atinggola. Di luar itu, suara mereka sangat kecil.

Jika pasangan 02 ingin menang, maka setidaknya mereka harus “mencuri” suara dari pasangan 01 dan 03. Secara matematis, mereka harus menambah sekitar 8.000 suara: 5.000 dari 01, dan 3.000 dari 03. Namun persoalannya, dari basis mana suara ini bisa didulang?

Mereka bisa fokus di kecamatan yang tipis selisihnya, seperti Monano, Sumalata, dan Sumalata Timur. Namun tantangannya besar. Apalagi kini Ridwan Yasin sudah menyatakan dukungan kepada pasangan 01. Artinya, suara pasangan 03 bisa saja beralih ke pasangan 01, bukan ke pasangan 02.

Pasangan 01 pun tentu tak akan tinggal diam. Mereka pasti berusaha mempertahankan basis suaranya, dan bahkan berambisi menambahnya hingga mencapai 60–70% seperti diberitakan sejumlah media.

Dengan strategi pasangan 02 yang saat ini mengandalkan pendekatan langsung ke warga secara door-to-door, upaya mereka untuk meraih tambahan 8.000 suara jelas membutuhkan “energi revolusioner”.

Sementara itu, pasangan 03 harus melakukan lompatan luar biasa: menambah sekitar 32.000 suara agar bisa menang. Itu hanya mungkin terjadi jika terjadi “tsunami politik” yang mengguncang 01 dan 02 sekaligus—yang secara realistis, kecil kemungkinannya.

Namun ada satu celah penting: sekitar 15.124 pemilih tidak datang ke TPS pada 2024. Ditambah lagi ada 1.248 suara tidak sah. Jika pasangan 01 dan 02 mampu mengedukasi dan memobilisasi kelompok ini, maka peluang penambahan suara masih terbuka.

Penutup:

Tulisan ini adalah potret singkat dari dinamika Pilkada Gorut, berdasarkan data KPU dan analisis terhadap perilaku pemilih. Kemenangan akan ditentukan oleh banyaknya variabel dalam strategi pemenangan, bukan hanya besarnya “resources”.

Sebab, sumber daya finansial saja tak cukup untuk mengubah persepsi pemilih yang sudah terpolarisasi. Sebagian pemilih menginginkan perubahan, sebagian lagi masih percaya pada incumbent. Kekentalan ideologis ini menuntut pendekatan yang lebih mendalam, bukan hanya pendekatan transaksional.

Di tengah ketegangan ini, PSU Gorut menjadi panggung ujian demokrasi yang sesungguhnya. Siapa yang mampu menjaga basis, menyakinkan pemilih baru, dan meraih kepercayaan publik dalam waktu tersisa—dialah yang akan keluar sebagai pemenang.*****

Baca berita kami lainnya di