Marak Survei Capres 2024, Pengamat: Ada Indikasi Survei Untuk Menggiring Opini Khalayak

banner 468x60

READ.ID – Pengamat politik dan tenaga pengajar Metode Penelitian Komunikasi, Riset Kehumasan, Isu dan Krisis Manajemen Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga mengingatkan untuk cermat dalam membaca hasil survei.

Pasalnya, ungkap pria yang akrab disapa Jamil ini saat bincang-bincang dengan Read.id di Jakarta, Sabtu (8/5) siang, lembaga survei Indometer merilis hasil survei yang berbeda urutan elektabilitas tokoh dengan yang diluncurkan, Litbang Kompas, LP3ES, dan Indikator Politik Indonesia (IPI).


banner 468x60

Padahal, kata Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Institut Ilmu Sosial Ilmu Politik (IISIP) Jakarta 1996-1999. waktu survei yang dilakukan keempat lembaga itu tidak jauh berbeda.

Dalam surveinya, Indometer menempatkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dengan elektabilitas tertinggi, diikuti Prabowo Subianto, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Anies Baswedan serta Agus Harimurti Yodhoyono (AHY).

Litbang Kompas memunculkan Prabowo dengan elektabiltas tertinggi, yang diikuti Anies, Ganjar, Sandiaga, Ridwan Kamil dan AHY. LP3ES merilis elektabilitas Prabowo Subianto diperingkat pertama, yang diikuti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, AHY, Ridwan, dan Sandiaga. IPI meluncurkan Ganjar diikuti Anies, Prabowo, Ridwan, Sandiaga, dan AHY.

“Empat lembaga survei itu memunculkan enam nama yang sama dalam peringkat enam besar. Hanya peringkat saja yang berbeda. Hal itu terjadi minimal disebabkan empat faktor,” kata Jamil.

Pertama, lanjut Jamil, dapat dilihat dari metodologisnya, seperti alat ukur (instrument) dan sampel yang diteliti. Kalau alat ukur dan sampel yang diteliti berbeda, wajar saja kalau hasilnya juga berbeda.

“Karena itu, perlu dilihat apakah alat ukur dan sampel yang diteliti empat lembaga survei itu sama atu berbeda ? Perkiraan saya, alat ukur dan sampelnya berbeda, sehingga wajar kalau hasilnya juga berbeda,” kata bapak dua putra ini.

Selain itu juga faktor waktu penelitian. Penelitian yang dilakukan empat lembaga survei itu tidak jauh berbeda. Karena itu, kalau pun hasilnya berbeda tentu tidak signifikan. Hal itu terlihat dengan tetap masuknya enam nama yang sama dalam enam besar dari empat lembaga survei tersebut.

Faktor ketiga adanya peristiwa besar yang menyebabkan perubahan elektabilitas seseorang. Selama kurun waktu April- awal Mei 2021, selain AHY, tidak ada peristiwa besar yang dapat merusak nama baik mereka. Hanya AHY yang tampaknya diuntungkan dengan adanya peristiwa begal terhadap Partai Demokrat.

Berikutnya, faktor objektifitas si peneliti. Faktor ini seharusnya sudah menyatu dalam diri peneliti. Namun, kenyataannya, peneliti sering menggadaikan objektifitas hanya sebab sesuatu sehingga tak independen. Faktor ini kiranya dapat menentukan perbedaan hasil survei, termasuk peringkat elektabilitas seseorang.

Jadi, empat faktor tersebut minimal dapat mempengaruhi perbedaan hasil survei, sebagaimana ditunjukkan oleh empat lembaga survei tersebut. Karena itu, khalayak harus cerdas membaca hasil survei agar tidak mudah tergiring oleh hasil survei.

“Apalagi ada indikasi, belakangan ini hasil survei digunakan untuk menggiring opini khalayak. Berhati-hatilah, karena ada saja peneliti yang rela menggadaikan objektifitas demi segepok rupiah,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga.

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90