READ.ID – Untuk menjangkau mereka yang berada di daerah tanpa jaringan internet, Senin (13/4) Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim memenuhi saran Komisi X DPR RI, meluncurkan program pembelajaran Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menegah Pertama (SMP) serta Sekolah Menengah Atas (SMA) melalui TVRI.
Belajar melalui TVRI memang belum sepenuhnya bisa dijadikan solusi, salah satu hambatannya, kata anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dalam keterangan tertulis yang diterima Read.Id, Senin (13/4) siang, selama ini TVRI masih lebih banyak bersifat satu arah.
“Belajar daring di daerah yang kaya jaringan internet saja belum bisa menjamin pembelajaran berlangsung efektif. Bisa dibayangkan seperti apa efektifitas pembelajaran melalui televisi. Sementara itu faktanya masih banyak siswa yang tinggal di daerah tak terjangkau jaringan internet, kata Prof. Zainuddin Maliki, wakil rakyat dari Dapil X Provinsi Jawa Timur itu.
Walau demikian, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya 2003-2012 itu mengapresiasi kerja keras Mendikbud dalam upaya menjamin semua siswa didik, termasuk yang berada di daerah tanpa jaringan internet, untuk bisa belajar.
Karena itu, Zainuddin meminta Mendikbud tetap harus memperhatikan siswa yang tidak bisa mengakses televisi dan apalagi internet. Jumlah mereka cukup banyak. Banten saja, satu provinsi yang berdekatan Jakarta, hingga hari ini belum memiliki stasiun televisi. Karena itu Mendikbud masih harus mencari cara lagi untuk melayani pembelajaran siswa yang tidak punya televisi atau mengakses media layar kaca itu.
Masalahnya, demikian mantan Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur ini mengatakan, bagaimanapun mencerdaskan kehidupan seluruh anak bangsa adalah kewajiban negara. Pemerintah tetap harus berusaha melayani pendidikan mereka secara adil. Pemerintah tidak boleh berhenti hanya melayani siswa yang bisa mengakses internet dan televisi.
Menurut penulis buku Sosiologi Pendidikan ini masih ada cara yang bisa dilakukan Mendikbud untuk melayani mereka yang tidak memiliki jaringan televisi dan apalagi internet. Dalam hal ini Mendikbud bisa menyusun semacam gugus tugas. Mereka inilah yang diminta hadir di masyarakat yang tak bisa akses televisi dan apalagi internet.
Gugus tugas terdiri dari para guru penggerak. Mereka diminta datang ke daerah tertentu, dengan jadwal yang telah ditentukan. Mereka sampaikan bahan pembelajaran yang telah dirancang. Sebaiknya bukan content based, melainkan lebih tepat bentuknya belajar berbasis problem atau project yang bisa dilaksanakan siswa selama minggu itu.
Guru penggerak itu pula yang nantinya meminta tagihan hasil belajar sekaligus memberikan bahan pembelajaran hari-hari berikutnya. Tentu harus tetap menggunakan protokol kesehatan yang ketat, antara lain guru harus mengenakan APD yang lengkap, termasuk pelindung badan.
Tidak urgen saat seperti ini mengejar ketuntasan kurikulum. Fokuskan saja pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan afektif siswa seperti pembentukan sikap disiplin, mandiri, tanggung jawab, pola hidup bersih, peduli sesama, atau sadar lingkungan. Tentu sangat relevan diajak belajar memecahkan masalah, khususnya melawan wabah Covid-19 yang tengah menimpa bangsa Indonesia dan umat manusia sedunia ini.
(Akhir Tanjung)