Tolak Revisi KUHP, Jurnalis Di Gorontalo Gelar Aksi Jalan Mundur

Aksi Jalan Mundur
Jurnalis Di Gorontalo Gelar Unjuk Rasa Tolak Revisi KUHP yang mengancam Kebebasan Pers Di Depan Kampus Universitas Negeri Gorontalo, Senin (23/9). (Foto Wahyono Mopangga/Read.id)
banner 468x60

READ.ID – Puluhan Jurnalis di Gorontalo menggelar aksi jalan mundur tolak Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengancam kebebasan pers di Indonesia, Senin(23/9).

Puluhan jurnalis dari Aliansi Jurnalis Independent (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Media Online Publisher dan LPM Merah Maron.


banner 468x60

Unjuk rasa itu dilakukan dengan aksi jalan mundur sepanjang 2 Kilometer dari Bundaran HI Kota Gorontalo menuju depan gerbang kampus Universitas Negeri Gorontalo.

Aksi jalan mundur sebagai protes mundurnya demokrasi terutama dalam kebebasan pers.

Dalam orasi mereka, mengecam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah yang akan merevisi 10 pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

Pasal-pasal tersebut yakni, Pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden. Pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah.

Pasal 247 tentang hasutan melawan penguasa. Pasal 262 tentang penyiaran berita bohong. Pasal 263 tentang berita tidak pasti.

Pasal 281 tentang penghinaan terhadap pengadilan. Pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama. Pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara.

Pasal 440 tentang pencemaran nama baik. Serta pasal 444 tentang pencemaran orang mati.

Ketua AJI Kota Gorontalo Andri Arnold menegaskan, seluruh pasal tersebut dapat mengancam kebebasan pers di Indonesia dalam melakukan peliputan.

“Revisi 10 pasal KUHP justru tercemin untuk memenjarakan masyarakat sebanyak-banyaknya. Terutama pada konteks kebebasan pers dan kebebasan berekspresi,” imbuhnya.

Dirinya menganggap DPR dan pemerintah menghidupkan kembali pasal tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Padahal pasal ini pada tahun 2006 telah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

Untuk itu para jurnalis Mengecam dan Meminta DPR dan Pemerintah tak memaksakan untuk mengesahkan RUU KUHP dalam waktu singkat.

“Sikap DPR dan Pemerintah ini tidak menghormati sistem demokrasi yang menempatkan media sebagai pilar keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam negara demokrasi,” tegas Andri.

Lanjut Andri, revisi KUHP tak sesuai semangat Pasal 6 Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang meminta meminta pers berperan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Seperti diketahui, pada tanggal 24 September 2019, Revisi KUHP ini akan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI. Jika Revisi KUHP ini disahkan, kebebasan pers dan kebebasan berekspresi tinggallah kenangan dan demokrasi akan mundur ke belakang. (Wahyono/RL)

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90