Kenaikan Harga Pangan Menjelang Bulan Ramadhan, Pemerintah Lepas Tangan ?

Kenaikan Harga Pangan

Fenomena kenaikan harga Seolah menjadi bisa di pastikan di negeri ini menjelang momentum perayaan hari-hari besar keagamaan ataupun pergantian tahun, harga-harga kebutuhan pokok secara otomatis melonjak drastis dari biasanya.

Tak terkecuali menjelang datangnya bulan suci ramadhan seperti saat ini. Sebagaimana di tuliskan di (ANTARA) bahwa Harga telur ayam dijual di sejumlah pasar tradisional di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo mengalami kenaikan hingga Rp2.000/bak (30 butir) Sebelumnya telur dijual dengan harga Rp38.000 untuk 30 butir, sekarang menjadi Rp40.000 per 30 butir” bahkan Telur ayam ukuran besar naik menjadi Rp60.000 per 30 butir dengan harga per butirnya Rp2.000.

selain itu di rilis dari PIHPS Nasional (Pusat Informasi Harga Pangan Strategis) beberapa harga pangan yang mengalami kenaikan menjelang bulan ramdhan 2022; Cabai merah keriting mengalami kenaikan 4,36% atau sebesar Rp2.250 menjadi Rp53.850 per KG.; Cabai rawit hijau mengalami kenaikan 2,19% atau sebesar Rp1.050 menjadi Rp49.000 per KG;Cabai rawit merah mengalami kenaikan 4,91% atau sebesar Rp3.450 menjadi Rp73.700 per KG;

Minyak goreng curah mengalami kenaikan 1,18% atau sebesar Rp200 menjadi Rp17.100 per KG; Minyak goreng kemasan bermerek 1 mengalami kenaikan 4,12% atau sebesar Rp800 menjadi Rp20.200 per KG; Gula pasir kualitas premium mengalami kenaikan 0,65% atau sebesar Rp100 menjadi Rp15.550 per KG;

Menurut Polri di media Tribratanews.polri.go.id – Jakarta. mengungkap sejumlah harga bahan pangan mengalami kenaikan, penurunan dan penetapan menjelang Bulan Ramadan. Bahan makanan seperti cabai, cabai rawit, minyak goreng hingga gula pasir mengalami kenaikan harga.

Fenomena kenaikan harga pangan / bahan pokok yang terus berulang khususnya di hari-hari besar menunjukkan kurang bijaknya mengelola kestabilan harga kebutuhan pokok demi kemaslahatan rakyat.

Moment ramadhan seharusnya di hadapi rakyat dengan suka cita dan membunuhkan nutrisi makanan yang sehat dan murah mengingat kebutuhan harian yang lebih banyak lagi untuk sahur dan berbuka puasa. Namun kenyataan pahit harus di hadapi dengan kenaikan harga-harga pokok yang di olah saat bulan Ramdhan.

Jika kita mendalami fenomena ini, maka akan kita dapatkan kesimpulan bahwa ada dua penyebab , yakni Penyebab pertama kenaikan harga adalah karena adanya monopoli harga yang dilakukan oleh para pengepul pengepul besar hingga bebas menjual harga atas keuntungan sendiri.

Minimnya pengawasan yang hingga aturan yang kurang tegas dari pemerintah pada pengepul barang menjadikan permainan harga pasar .

Selain itu adanya tidak adanya ketegasan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menindaki pemain-pemain/ spekulan pangan dalam hal ini adalah pihak-pihak pemonopoli yang melakukan kecurangan.

Penyebab kedua Gagal panen juga menjadikan sebab kenaikan harga kebutuhan pokok akibat tingginya curah hujan atau musim kemarau. Hingga kurangnya pasokan dalam negeri kita sehingga mengakibatkan impor barang sebagai solusi atas pemenuhan kebutuhan pokok di masyarakat. Namun sayangnya harga tersebut di kuasai oleh komoditas dunia.

Sehingga wajar jika harga kebutuhan pokok yang impor naik akibat keseimbangan harga kebutuhan pokok dunia.

Sementara itu untuk penyebab pertama dimana, Pemerintah latah dalam mengatasi alurnya distributor kebutuhan pokok yang mana membiarkan monopoli harga oleh para pengepul besar. Tak mau ikut campur atas pengelolaan pasar hingga takut memberikan sanksi tegas pada pelaku monopoli.

Ditambah lagi aturan baru atas pajak yang dibebani pada kebutuhan pokok menjadi faktor atas ketidak stabilan harga kebutuhan pokok menjadi masalah tak pernah selesai.

Sedangkan untuk penyebab kedua , dimana adanya kegagalan panen atas tak stabilnya iklim seharusnya pemerintah bijak dalam mengatasi problem tahunan kenaikan harga. Bukan malah pasrah dan menyalahkan alam. Justru hal ini sebagai muhasabah dan mulai berubah mencari solusi bersama demi kemaslahatan para petani. Hingga berswasembada secara mandiri.

Bukan sebaliknya membiarkan hal itu terjadi dengan impor di negara lain. Disamping itu tentu saja kerja sama impor antar negara mempunyai syarat yang mungkin bisa menjebak negeri ini dan melemahkan kemandirian bangsa.

Ketidak bijaknya pemerintah atas pengelolahan harga kebutuhan pokok naik sampai menjadi tradisi tahunan membuktikan bahwa lepas tanggung jawab untuk memuliakan rakyat serta menomor duakanduakan kemaslahatan rakyat. Tentu semua itu terjadi akibat fokusnya pemerintah memprioritaskan para kapitalis (pemilik modal).

Selain itu pemerintah harus memaksimalkan upaya dan antisipasi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian sehingga negara mendorong riset dan penemuan baru di bidang pangan.

Bahkan, pemerintah seharusnya memberikan perhatian terhadap sarana dan prasarana yang menunjang distribusi hasil pertanian misalnya penyediaan bibit secara gratis, penyediaan alat transportasi yang memadai untuk mobilisasi logistik dari tempat bahan baku ke lokasi pemasaran, serta perbaikan infrastruktur jalan karena pertanian, sehingga gairah dari petani untuk tetap menanam untuk memenuhi kebutuhan pasokan negara sehingga tidak kekurangan lagi bahan pangan, baik sayuran, buah dan bahan pangan lainnya.

Sehingga pertanian kita bisa maju karena ini adalah merupakan salah satu pilar ekonomi negara.
Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur perkara ibadah ritual, namun islam adalah agama yang mengatur seluruh kehidupan, sama halnya dengan perkara kenaikan harga khususnya pangan, maka adapun ara kebijakan islam dalam mengendalikan stabilitas harga adalah dengan menjaga supplay dan demand dipasar agar tetap bisa seimbanga.

Bahkan dengan mematok harga barang dan jasa jika supplaay barang dan jasa berkurang, maka mengakibatkan harga dan upah naik, karena demandnya tinggi, maka ketersediaan barang bisa diseimbangkan dengan menyuplai barang dari daerah/ wilayah lain.

Dan Jika pengurangan supplay karena penimbunan maka negara akan memberikan sanksi yang tegas berupah ta’zir.

Dan Islam juga melihat bahwa bisa jadi kenaikan karena adanya faktor inflasi , maka yang harus dilakukan adalah bagaimana menjadi mata uang dengan mengembalikan kepada standart dinar dan dirham.

Dan seperti inilah langkah yang dilakukan dalam islam dalam pengendalian barang dan jasa.

Penulis; Rosdiani Azis ( Dosen Politeknik Gorontalo bidang Pangan )

 

Baca berita kami lainnya di

Exit mobile version