banner 468x60

Nelayan Sulteng Rayakan HUT ke-74 RI dengan Rehabilitasi Terumbu Karang

Pelaksanaan upacara bendera Merah Putih di tepi pantai kelurahan Mamboro, Palu Utara, Kota Palu, Sulawesi Tengah oleh relawan Arsitek Komunitas (ARKOM) dan kelompok nelayan, Sabtu, 17 Agustus 2019. (Foto: Yoanes Litha/VOA)

READ.ID – Relawan Arsitek Komunitas (ARKOM) dan Kelompok nelayan Mamboro di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, melakukan penanaman bibit karang jahe di laut untuk mengembalikan ekosistem terumbu karang yang rusak akibat tsunami pada 2018. Acara itu bagian dari HUT ke-74 RI.

Peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia oleh warga penyintas bencana di Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Sulawesi Tengah, digelar di tepi pantai yang pada 28 September 2018 silam diterjang Tsunami. Kegiatan itu digagas oleh Arsitek Komunitas (Arkom) Kota Palu bersama kelompok nelayan Mamboro.

Di tempat itu, seratusan orang yang berada di tepi pantai dan yang berada di atas 22 unit perahu menyanyikan lagu Indonesia Raya ketika bendera Merah Putih dikibarkan di tiang yang berada 80 meter dari tepi pantai oleh seorang nelayan.

Muchammad Cora (36), Area Manager Arkom Palu, kepada VOA mengatakan melalui pelaksanaan upacara HUT ke-74 RI itu pihaknya ingin mengajak berbagai pihak untuk terlibat dalam upaya membangun kehidupan di laut yang menurutnya penting untuk dilakukan dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi Sulawesi Tengah setelah bencana alam gempa dan tsunami.

Ia mengatakan tsunami tidak saja merusak bangunan di darat, namun juga merusak ekosistem laut yang dampaknya masih dirasakan penduduk yang selama ini hidup sebagai nelayan. Misalnya, ikan tidak bisa berada di daerah pesisir jika ekosistemnya, seperti terumbu karang, padang lamun, dan mangrove rusak.

“Nah, artinya membangun kehidupan di laut adalah membangun ekosistem sehingga kehidupan manusia di darat itu tertunjang kehidupannya dengan aktifitas yang didukung karena adanya ketersediaan sumberdaya laut, ” kata Muchammad Cora.

Lebih jauh ia mengatakan dampak kerusakan terumbu karang memaksa nelayan-nelayan tradisional mencari ikan di lokasi yang lebih jauh ke tengah laut, antara 5 hingga 7 kilometer. Padahal sebelum bencana tsunami, mereka biasa mencari ikan dalam jarak 200 hingga 300 meter dari tepi pantai.

“Kehidupan nelayan yang kami amati selama hampir satu tahun ini, kondisi lingkungannya mengalami degradasi secara fisik dan membangun ekosistem laut pun yang sudah hancur porak-poranda oleh tsunami,” ungkap Cora seraya menambahkan hingga saat ini belum ada upaya merevitalisasi kondisi di pesisir.

Arkom Palu sejak Oktober 2018 melakukan kegiatan untuk membantu warga terdampak bencana tsunami di pesisir laut yang meliputi Kelurahan Mamboro Induk dan Kelurahan Mamboro Barat di Kota Palu serta Desa Wani 2, Desa Tompe dan Desa Tanjung Padang di Kabupaten Donggala.

Selain kegiatan pembangunan hunian sementara dan kegiatan pemberdayaan ekonomi, mereka juga mendampingi warga untuk upaya rehabilitasi terumbu karang dan mangrove yang rusak akibat tsunami.

Inisiatif Nelayan Rehabilitasi Terumbu Karang

Pada hari itu juga dilakukan penanaman 892 bibit karang Jahe yang diletakkan pada 223 balok beton sebagai media transplantasi di kedalaman enam hingga tujuh meter.

Ahmad Maliki (41), warga setempat, mengatakan para nelayan dibantu relawan dari Arkom sejak Juli telah memulai kegiatan transplantasi atau budidaya karang Jahe dalam upaya mengembalikan ekosistem terumbu karang yang rusak akibat tsunami 28 September 2018 silam. Sepanjang Juli 2019, sebanyak 263 balok beton media transplantasi yang memuat 900 bibit karang jahe sudah ditanam.

“Saya sudah lihat dari ujung, sepanjang hampir satu setengah kilometer ini karangnya sama sekali tidak ada, habis. Untuk itu kami warga Kalimbubu, khususnya warga Mamboro, berinisiatif melakukan transplantasi atau budidaya terumbu karang,” kata Ahmad Maliki dalam kegiatan tersebut.

Bibit karang jahe itu mereka dapat dari pantai desa Kabonga di Kabupaten Donggala yang ditempuh selama dua setengah jam perjalanan laut pulang pergi.

Ahmad, yang juga berprofesi sebagai nelayan, mengatakan meski membutuhkan waktu tahunan, setidaknya ada harapan upaya itu nanti dapat memulihkan ekosistem terumbu karang di wilayah itu.

Pada sisi lain, Ahmad Maliki berharap ada kepedulian dari pemerintah untuk membantu memulihkan perekonomian nelayan yang umumnya membutuhkan alat tangkap ikan yang rusak atau hilang akibat terjangan Tsunami.

Ia menceritakan, untuk kelurahan Mamboro saja dari jumlah 114 nelayan, hanya 30 yang memiliki perahu. Itupun merupakan bantuan LSM, sedangkan 84 orang menganggur atau bekerja serabutan dengan menjadi buruh bangunan.[yl/ka].

Sumber : VOAIndonesia

Baca berita kami lainnya di

banner 468x60