banner 468x60

Soal Keakuratan Data Kemiskinan, Gubernur: Lakukan Verifikasi dan Validasi

Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie, saat memberikan pengarahan pada Evaluasi Verifikasi dan Validasi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jamkesta bertempat di Belle li Mbui, Kota Gorontalo, Selasa (26/11/2019). (Foto: Humas Pemprov)

READ.ID – Verifikasi dan Validasi adalah cara yang ditempuh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo untuk seriusi soal keakuratan data kemiskinan.  Di antaranya Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Semesta (Jamkesta), yang dibiayai melalui APBD.

Hal itu diutarakan Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie, saat memberikan pengarahan pada Evaluasi Verifikasi dan Validasi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jamkesta bertempat di Belle li Mbui, Kota Gorontalo, Selasa (26/11/2019).

“Tolong buatkan surat ke bupati dan wali kota dengan deadline waktu kapan mereka harus memberikan data yang akurat tentang BPJS, PKH dan lain-lain. Jika ada yang tidak memberikan data (penerima bantuan yang berhak), maka bantuan dari provinsi kita stop,” ungkap Rusli.

Menurut Rusli, kasus data yang tidak akurat sudah terjadi lama di Gorontalo. Data tidak pernah diverifikasi dan divalidasi. Akibatnya, warga yang sudah meninggal, pindah domisili dan tidak layak menerima bantuan, tetap dibiayai daerah selama bertahun-tahun.

“Tolong buatkan surat kepada Bapak Presiden, mohon waktu untuk memaparkan temuan kita. Mudah-mudahan bisa menjadi contoh nasional. Ini yang bikin Bapak Presiden pusing. Data (penerima bantuan) ditambah-ditambah terus ternyata salah satu contoh dari Provinsi Gorontalo saja tidak akurat,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pembangunan Daerah (Bapppeda) Budiyanto Sidiki menjelaskan, urgensi verifikasi dan validasi data PBI Jamkesta dilakukan untuk mencocokkan data di lapangan. Hal itu sejalan dengan amanah UU No. 13 Tahun 2011.

Pada Pasal 8 disebutkan, verifikasi dan validasi data kemiskinan paling sedikit dilakukan dua tahun sekali. Di sisi lain, data yang digunakan pemerintah daerah merupakan data tahun 2015 mengacu pada data Basis Data Terpadu (BDT) sebelum berubah nama menjadi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Jadi hampir bisa dipastikan, DTKS ini mewarisi BDT yang hampir lima tahun. Bayangkan kita tidak pernah tau siapa yang sudah meninggal, pindah dan lain sebagainya,” paparnya.

“Kemudian di pasal 8 ayat 9, bupati walikota harusnya menyampaikan hasil verifikasi dan validasi kepada gubernur untuk diteruskan kepada menteri. Jadi ini belum dilakukan sampai dengan saat ini,” tandasnya.

Pemprov Gorontalo sejak sebulan terakhir mengerahkan seluruh aparatur untuk turun ke kecamatan, desa dan dusun untuk melakukan verifikasi dan validasi. Sasaran awalnya untuk PBI Jamkesta yang dibiayai oleh APBD.

Data di Dinas Kesehatan menyebutkan, dari 177.593 orang penerima Jamkesta, hanya 55.114 orang yang sudah masuk ke dalam DTKS pemerintah pusat. Sisanya 120.265 orang yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) belum terdata di DTKS. Sisanya 2.214 tidak memiliki NIK.

120.265 orang ini yang dilakukan verivali apakah masih hidup, belum pindah domisili, berstatus kaya atau miskin serta indikator lainnya. Ke depan, berbagai bantuan sosial baik pemerintah pusat dan provinsi akan diarahkan kepada warga yang benar benar telah terverifikasi dan validasi dengan baik di DTKS melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial New Generation (SIKS NG).

Data yang terkumpul diharapkan bisa rampung awal Desember sebelum diusulkan masuk ke DTKS Pemerintah Pusat. Data tersebut juga penting untuk mengetahui berapa orang yang ditanggung pemprov untuk pembiayaan Jamkesta bekerjasama dengan BPJS tahun 2020 nanti. (RL/Adv/Read)

Baca berita kami lainnya di

banner 468x60