banner 468x60

Menko Airlangga: Transisi Energi Harus Dengan Manfaat dan Biaya yang Terdistribusi secara Adil

Menko Airlangga

READ.ID – Dunia saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan global yang bersifat multidimensi, salah satunya menyasar pada sektor energi.

Guna merespons potensi krisis energi yang terjadi, Pemerintah berkomitmen untuk melakukan mekanisme transisi energi sebagai wujud strategi dalam mendorong peningkatan infrastruktur energi di Indonesia dan mempercepat transisi menuju net zero emission dengan adil dan terjangkau.

Implementasi dari transisi energi tersebut perlu didukung dengan ketersediaan pembiayaan yang memadai. Dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan tersebut, Pemerintah telah melaksanakan kemitraan dengan berbagai pihak baik lokal maupun global untuk memelopori desain, implementasi, dan prinsip-prinsip solusi keuangan yang inovatif dan terpadu.

“Kemitraan dilakukan untuk membuka investasi menuju Tri Hita Karana yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB. Kita harus memprioritaskan transisi energi yang memastikan baik manfaat maupun biaya terdistribusi secara adil,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian saat menyampaikan closing remarks secara daring dalam kegiatan Tri Hita Karana Climate Road to G20 Dialogue dengan tema Making History for Climate Action: Unlocking Finance for the Energy Transition and Oceans, Kamis (1/09).

Selain transisi energi, Pemerintah juga berkomitmen untuk dapat menjaga kelestarian laut sebagai ekosistem terbesar di bumi serta tempat bergantungnya berbagai industri-industri besar seperti perkapalan, perikanan, budidaya, hingga pariwisata pesisir guna mengurangi dampak perubahan iklim melalui kebijakan ekonomi biru.

Ekonomi biru merupakan kebijakan pemanfaatan sumber daya laut yang berwawasan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan mata pencaharian sekaligus pelestarian ekosistem laut. Dengan perkiraan nilai ekonomi tahunan sebesar USD 2.5 triliun, ekonomi biru secara progresif mampu menarik investor, perusahaan asuransi, bank, dan pembuat kebijakan sebagai sumber pendanaan baru.

Di samping itu, Pemerintah juga berupaya untuk mengembangkan praktik kelautan berkelanjutan yang melibatkan masyarakat lokal melalui peningkatan Blue Carbon dan pelaksanaan Blue Halo-S. Sebagai negara yang menyimpan 17% dari cadangan Blue Carbon dunia, Indonesia berupaya menjaga penyerapan dan penyimpanan Blue Carbon yang secara jangka panjang mampu membantu dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Selain itu, konsep Blue Halo-S juga dilaksanan guna memberikan konsesi pada perusahaan atau kelompok usaha untuk menangkap ikan secara komersial di perairan sekitar kawasan konservasi.

Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa melalui kepemimpinan dalam Presidensi G20, Indonesia telah turut mengambil peran untuk dapat mempercepat transisi ke sistem energi terbarukan dan memastikan lautan serta pengunaan lahan dapat dilakukan dengan bertanggung jawab.

Menko Airlangga juga menekankan bahwa masih terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk dapat menjaga sustainability laut sehingga diperlukan partisipasi dari sektor swasta dan skema pembiayaan yang memadai seperti blended financing.

“Saat ini terdapat tantangan terkait bagaimana memperluas keberlanjutan laut agar lebih luas. Ini akan membutuhkan partisipasi sektor swasta dan di sinilah blended financing dapat menjadi kunci untuk mencapai tujuan melalui pendekatan inovatif seperti konsep Blue Halo-S,” tutup Menko Airlangga.

Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Tri Hita Karana Climate Co-host, Deputy Chair of Energy, Sustainability and Climate Task Force and CEO of PT Jababeka Infrastruktur, serta Chair of Bussiness 20 Indonesia.

Baca berita kami lainnya di

banner 468x60